Jalan-jalan ke
Kabupaten Siak memberikan kesan tersendiri, nyaman, damai dan tenang. Siak
merupakan Kabupaten terakhir di Provinsi Riau, namun cikalbakal Kota Terbesar
di Provinsi Riau sendiri tak lepas dari peran sebuah kerajaan yang pernah
berdiri di Siak, yaitu Kerajaan Siak.
Untuk menuju ke
Kabupaten Siak kita bisa mengakses melalui jalur darat atau pun melewati Sungai
Siak. Keduanya sama-sama menariknya dan menyenangkan untuk dicoba. Jika memilih
Jalur Darat, baru-baru ini bertepatan dengan penyelenggaraan Pekan Olahraga
Nasional (PON) 18 di Riau Pemerintah Provinsi Riau sudah mulai menghaluskan
aspal Jalur dari Pekanbaru menuju Siak. Sehingga perjalanan menjadi nyaman.
Melalui jalur
sepanjang 120 kilometer ini, pengendaraa akan disunguhi pemandangan hutan karet
dan juga berseling dengan hutan sawit selama berpuluh-puluh kilo meter, sebelum
akan bertemu dengan desa atau kecamatan di Jalur tersebut.
Selain pemandangan
yang hijau dengan hutan karet dan juga sawit, pengendara juga akan melewati dua
jembatan besar sebelum masuk Kabupaten Siak, yaitu jembatan Maredan dan juga
Jembatan Siak. Jembatan Gantung ini berdiri megah di atas Sungai Siak dan sering
dilewati oleh kapal-kapal pengangkut kelapa sawit atau kayu yang dibawa ke
Pabrik Kertas di Bantaran Sungai Siak.
Selain jalur darat,
dari Pekanbaru menuju Kabupaten Siak juga bisa ditempuh melalui Sungai Siak
dengan menggunakan <I>speed boat<I>. Dengan membayar Rp 60.000 di
Pelabuhan Penyeberangan di Sungai Duku Pekanbaru, pengunjung bisa lebih cepat
mencapai Kabupaten Siak. Dengan menggunakan <I>speed boat<I> ini
perjalanan Pekanbaru-Siak bisa ditempuh hanya dalam waktu dua jam.
Perjalanan melalui
Sungai Siak dengan menggunakan <I>speedboat<I> sendiri memberikan
pengalaman yang tak kalah menarik. Sungai dengan lebar rata-rata 800 meter
dengan kedalaman antara 50-75 meter ini juga menjadi jalur bagi kapal-kapal
besar pengangkut kayu dan juga kelapa sawit. Sehingga <I>boat<I>
yang seringkali berpasasan atau menyalip kapal-kapal tersebut. Selain
pemandangan semak hutan sawit dan hutan karet, bandaran Sungai Siak sendiri
banyak dijumpai perusahaan-perusahaan besar. Di antaranya yang masih aktif
adalah Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Perjalanan di Sungai Siak ini juga akan melewati jembatan Maredan dan Jembatan
Siak.
Namun perjalanan yang
panjang tersebut tentu tak akan mengecewakan. Di Kabupaten ini kita bisa
merasakan kenyaman dan ketenangan, karena jalan di Kabupaten ini masih sepi dan
langka terjadi kemacetan. Dengan penataan Kabupaten yang tak kalah mewah dengan
kota-kota besar, Kabupaten Siak memberikan kesan tersendiri di waktu malam.
Penataan taman dan juga lampu hias yang di kemas membuat kita merasa nyaman
untuk menikmatinya. Sayangnya masyarakat Siak sendiri tak suka keluar diwaktu
malam. Hampir tidak ada pemandangan pemuda atau masyarakat yang
<I>nongkrong<I> waktu malam di Kabupaten ini. “Masyarakat sini memang
tidak suka keluar di waktu malam Kak,” ungkap Pak Win, salah satu tukang ojek
di Kabupaten tersebut. Sayang sekali ya, padahal Kabupaten ini begitu indah di
waktu malam.
Selain ke indahan
Kabupaten ini, Siak juga menyimpan sebuah Sejarah yang berharga, yaitu Kerajaan
Siak. Sultan atau Raja terakhir Kerajaan Siak Sultan Syarif Kasim II yang
kemudian namanya diabadikan sebagai nama Bandara di Pekanbaru. Tak banyak yang
tau tentang Kerajaan ini, namun Kerajaan ini memiliki suatu benda berharga yang
tidak bisa lagi ditemui di Dunia. Di Kerajaan ini saat ini masih memiliki alat
Musik Komet. Bunyi alat Musik ini berasal dari lempengan besar yang kemudian
diberi lubang-lubang kecil. Kemudian di pasang di sebuah Kotak Besar, sehingga
bentuknya seperti Jam lemari. Jika lempengan besar tersebut di putar maka akan
terdengar alunan musik yang berdenting.
Komet ini dibawa oleh Sultan Siak ke XI
bernama Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin yang bertahta
sejak tahun 1889 hingga 1908. Komet ini dibawa ketika sultan melakukan lawatan
ke Eropa di tahun 1896. Komet ini bertulis Komet Goldenberg & Zetitlin
Patent 95312 buatan abad XVIII ini berada di dalam istana bagian sebelah kiri.
Komet ini tingginya lemarinya lebih dari 3 meter dengan lebar sekitar 90 senti
meter. “Komet ini tidak pernah dibunyikan, hanya kalau ada tamu agung saja yang
datang,” ungkap Zainudin, koordinator pegawai Pengelola Kerajaan Siak. Dan
satu-satunya pegawai yang boleh menyembunyikan alat musik tersebut adalah
Zainudin. Beruntungnya saat saya mengunjungi tempat
tersebut, ada tamu dari staf kepresidenan RI, sehingga Zainudin berkenan
membunyikan alat tersebut dan kami pun sempat menikmati dentingan Komet
tersebut selama beberapa saat.
Sebenarnya ada beberapa lempengan, musiknya
juga beda-beda. Tapi karena sudah aus, kalau sering diganti akan cepat rusak,”
ungkap Zainudin dengan menunjukkan lempengan tembaga yang lain. Zainudin
mengatakan selain berada di Siak, ada satu Komet lagi yang masih tersisa di
Dunia. Yaitu di Jerman, namun Komet yang di Jerman sekarang tidak bisa
dibunyikan lagi, karena ada bagian yang rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar